Ada sebuah desa kecil dilereng gunung Lawu namanya Parang. Parang dapat dicapai melalui jalan dari Magetan kearah selatan. Daerah ini tidak memiliki lahan yang subur. Tanahnya kering karena bukit-bukit yang banyak disekitar itu kalau dipacul lebih dari satu meter adalah tanah kapur. Banyak yang bilang kalau Parang, singkatan dari Lempare arang-arang (daerah yang datar itu jarang). Dan memang dapat dihitung daerah datarnya sedikit. Singkat kata Parang adalah desa miskin, pertanian penduduk amat terbatas karena bergantung pada hujan. Lalu apa yang diusahakan penduduk? Sebagaimana daerah kresidenan Madiun lainnya, rakyat banyak yang jadi buruh pabrik gula. Tentu saja tidak mungkin jadi petani tebu, karena tanahnya tandus. Tapi bolehlah, sebagai buruh yang diangkut dengan lori atau truk setiap hari, mereka bekerja pada perkebunan milik pabrik disekitar Madiun. Dan itu sudah berlangsung ratusan tahun.
Ya sejak zaman Cultuur Stelsel (tanam paksa), atau sejak Gubernur Jenderal van den Bosch berkuasa (1830-1833). Buruh adalah lahan subur buat Proletarianism. Ploretariat (wage workers collectively ; the working class; a term used especially in Marxism) segera terbangun secara alamiah. Itu normative, karena diberbagai belahan dunia manapun juga, habitat politik bagi marxisme lebih dahulu harus terbentuk. Desa miskin, buruh tani, rasa sependeritaan dan tentu saja kader. Diseberangnya pasti ada kaum Bourgeoisie (middle class society) yaitu orang kaya, pemilik tanah, pemilik pabrik, penguasa hukum dsb. Di Indonesia Ini lebih lengkap karena adanya faktor kolonialisme. Dua pemain panggung politik ini nampaknya baru muncul pasca Tanam Paksa.
Ketika terjadi perubahan dalam tubuh pemerintah Kolonial. Ketika usaha Pemerintah (van den Bosch itu konseptor proyek Pemerintah) sebagai pemilik dan penangung jawab proyek, Proletarianism belum terjadi. Tapi pada awal abad ke 20, ketika sektor swasta mulai menjadi penguasa di Belanda, maka investasi kaum berduit di Hindia merupakan penyebab munculnya struktur ekonomi modern. Revolusi Oktober 1917, tidak muncul lebih dahulu dari Revolusi Perancis, namun para ahli Revolusi belajar bahwa keduanya berhubungan erat. Demikian pula bursa politik di Indonesia juga mulai diramaikan teori dialektika. Seorang pentolan Komunis Belanda namanya Snevliet, tiba ditanah air pada awal tahun duapuluhan. Kadernya segera menyemut terutama dibilangan buruh kereta api dan trem. Pelan-pelan juga di kalangan pabrik gula. Tapi londo satu ini mana ngerti budaya Jowo. Maka bersahabatlah dia dengan Darsono dan Semaun, dua tokoh Sarekat Islam. PKI didirikan pada bulan Mei tahun 1920. PKI cepat berkembang bukan semata-mata karena sudah lengkap unsur-unsurnya saja, tapi karena adanya kader yang kuat.
Kembali kepada Parang, mungkin demikian juga adanya. Anggota PKI disini populasinya terhitung besar. Dan dalam dua peristiwa penting penumpasan PKI oleh pemerintah, tahun 1948 dan tahun 1965, Parang khususnya dan daerah sekitar Madium umumnya, korban harta dan jiwa rakyat tidak kecil. Korban ini sebagian besar adalah mereka yang tidak tahu apa-apa , kecuali tujuan hidup yaitu makan. Makan untuk hidup dan hidup untuk makan. Hewankah mereka ?. Bukan mereka juga manusia yang bisa punya akal dan pengetahuan serta perasaan dan idiologi tentunya. Bagaimana Parang setelah Orde Baru? Sungguh sangat berbeda. Bukan karena tidak ada orang miskin atau kaya. Mungkin saja kader PKI masih ada disitu. Tapi Parang sangat lain sekarang. Listrik sudah masuk desa, sudah ada TV, ada tilpun. Ada dokter, bidan perawat dan sebagainya. Jalan sudah diaspal baik, angkot pating sliweran, motor pit macam-macam, ada Honda, Suzuki, Yamaha. Gadis-gadisnya sudah wangi-wangi dan pandai berdandan model Chrisdayanti. Di desa juga ada yang menyewakan karaoke, TV Game, rental VCD dan mereka tidak aneh berbicara mode.........Jadi Kapitalisme adalah obat mujarab menangkal Komunisme. Buatlah mereka menikmati artinya hidup didunia.
Katika pada suatu hari, kira-kira jam 20.00 malam saya lewat dipusat desa, terdengar sayup-sayup alunan suara musik dari radio. Mamik Slamet melagukan Dangdut Jowo. Sumbernya dari stasiun siaran swasta niaga kota Magetan. Tiba-tiba lagu berhenti sebentar karena akan menyampaikan pesan sponsor...
Foto: Tempat Wisata di Magetan, danau Sarangan yang indah. Di tempat ini pernah ada Akademi Angkatan Laut pada tahun 1946-1947...[]
Sejarah kita
Sunday, March 12, 2006
Parang Riwayatmu - Dulu dan Kini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment